07/11/08

Lelaki Yang Tak Ada (part 5)


“Halo, Karen… Lama tak berjumpa…” seorang lelaki tampan berbaju hitam dengan wajah bersinar, tiba – tiba muncul dikamar Larry sambil menyapa dan tersenyum ramah pada Ibu Larry. Ibu Larry dengan raut muka yang sangat menegang karena shock melihat sosok yang ada dihadapannya. Jantungnya berdegup sangat kencang, pikirannya kacau dan tubuhnya hanya terkaku di depan pintu Larry. “apa kabarmu Karen? Tampaknya kau kelihatan kaget melihatku mengunjungimu..” dengan nada suara bak prIa bijaksana dia berkata dengan ramah pada Ibu Larry. Ibu Larry masi saja terdiam dengan pikiran yang tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Seperti sesuatu yang tidak dia inginkan terjadi tetapi terjadi. Yang selama ini dia khawatirkan ternyata harus dia hadapi dihari dimana dia belum siap dengan semuanya. Masi dengan wajah yang shock dan ditambah dengan tangan yang gemetar Ibu Larry masi terdiam diposisinya yang tak berubah sejak tadi. “Kau kenapa Karen? Kau seperti melihat hantu…” kata pria berbaju hitam itu sambil melangkah pelan kearah Ibu Larry. “Jangan mendekat!!! Pergi!!” teriak Ibu Larry yang dengan sigap melihat kekiri dan kanan hendak mencari Sesuatu yang bisa digunakannya untuk membela diri. Saat dia melihat gunting yang terletak diatas meja, segera dia mengambil dan mengacungkannya ke arah pria itu. “Sekali lagi aku bilang jangan mendekat!! Aku takkan segan – segan melukaimu!!” dengan mata yang melotot dan nada bicara yang semakin meninggi Ibu Larry mengacungkan tangannya yang terlihat gemetar, urat – urat lehernya sangat tampak menegang, napasnya juga tak teratur. Pria itu pun memberhentikan langkahnya sambil, tapi tak ada raut ketakutan sedikitpun terpancar darinya, dengan tenang dia masi saja tersenyum. “wow… beginikah caramu menyambut teman lama? Aku datang kesini dengan baik – baik, Karen. Lagipula benda seperti itu tak bisa melukaiku, apa kau sudah lupa dengan kejadian 19 tahun yang lalu?”. Dari awal Karen memang telah putus asa dengan apa yang dilakukannya,karena dia tahu lelaki yang ada didepannya sekarang bukan manusia biasa. Dia ingat 19 tahun yang lalu saat berusaha menyerang pria itu dengan sebilah pisau, tusukannya memang menyebabkan luka tetapi tak sampai sepuluh detik luka itupun menutup dan sembuh kembali tanpa berbekas. Menyadari hal itu dia melangkah kebelakang, kaki nya diseret, matanya masi memandang pria itu tapi tak kelihatan setegang tadi. Setelah badannya menyentuh dinding, dia terduduk pelan. Sangat lemas, dan mulai menangis. “Kenapa kau datang lagi…? Apa maumu..?” kata Ibu Larry dengan pelan, terisak, sambil memandang lantai dapurnya. Tangannya masi menggemgam erat sebuah gunting. “Karen.., aku datang seperti janjiku 19 tahun yang lalu.” Kata pria itu tenang. “Larry… dia alasanku kembali lagi” lanjut pria itu. Pria berpakaian hitam itu lalu menarik kursi dari meja makan dan duduk di kursi itu. Ibu Larry lalu memandang pria itu dengan setetes air mata mengalir di pipinya. “Mau kau apakan Larry..? tolong jangan libatkan dia, dia tidak tahu apa – apa.” Ibu larry memohon. “ Tapi itu tidak akan berlangsung lama, Karen, sesegera mungkin Larry harus tahu semuanya.” Pria itu menanggapi Ibu Larry masi dengan tenang. Ibu Larry masi terduduk menyandar dengan tangan yang masi sedikit gemetar. “Dia satu – satunya yang kumiliki…, tanpa Larry aku tak berarti apa- apa, dan selama ini segalanya kami jalani berdua dengan tenang dan bahagia.. jadi tolong jangan ganggu kami..” kata Ibu Larry pelan dan tenang sambil menatap keluar melalui jendela dapur yang terbuka. Angin dingin dapat dirasanya yang masuk melalui jendela itu, membuatnya semakin gemetar. Tapi pria itu kelihatan semakin menikmati pertemuannya, tampak dia tak terganggu sedikitpun dengan setiap respon yang diberikan Ibu larry. “Ayolah.. Karen.. jangan terlalu keras terhadap dirimu, kau sendiri tau bahwa ini harus terjadi, dan kau pun tahu bahwa aku harus menjemput Larry saat dia berumur 19 tahun, Larry bukanlah anak yang biasa, dia special, dia juga….” Pria itu masi ingin berbicara ketika.. “STOP!! Aku tak mau mendengarnya lagi!! Selama ini kami sudah hidup sangat bahagia, dia memiliki banyak prestasi dan jarang membuat masalah!! Kau tak berhak melibatkan dia dengan semua ini!!” . Emosi ibu Larry kembali naik, dengan berurai air mata dia berteriak kepada pria itu dan kembali tertunduk sambil menangis, gunting ditangannya terlepas dari genggamannya, Ibu Larry tampak seperti putus asa. Pria itu lalu mengambil sendok dimeja makan dan memutar – mutarnya di atas meja. “Kau tahu ini harus terjadi Karen, aku tak mau menyiksamu seperti ini, tapi ini sudah menjadi jalan hidup Larry , dia adalah The Savior..” bersamaan dengan lelaki itu menyebutkan kata the savior, guntur meledak diangkasa, suaranya sangat bergemuruh. Seperti tanda akan sesuatu yang dasyat akan terjadi. “Kehancuran dunia sudah semakin dekat Karen, Lusiver akan bangkit dan akan menguasai dunia ini,semua akan hancur ditangannya, dan cuma Larry yang bisa menyelamatkan dunia ini, karena dia adalah titisan Tuhan, sang Alfa dan Omega..” lanjut pria itu. Ibu Larry yang sebenarnya telah mengetahui hal itu sejak melahirkan Larry lalu berkata. “Tapi apa yang bisa dilakukan anak 19 tahun seperti dia? bagaimana dia bisa mengalahkan Lusi.., siapa? Makhluk fantasi yang kau sebut – sebut itu? Jangan mengada – ngada!!” Ibu Larry menatapnya dengan nada menantang. Tapi sekali lagi pria itu menjawab dengan tenang. “kau harus hati – hati dengan perkataanmu, Karen. Lusiver telah menunggu selama 19 tahun untuk bangkit, dan tahun inilah saatnya dia bangkit, ketika The Savior berumur 19 tahun, kita masi belum tahu apa yang ditunggu oleh Lusiver, tapi sebelum dia mengusai dunia ini, Larry harus menyadari kekuatannya.” Kata pria itu sambil menatap kosong keluar jendela. Air hujan menuruni kaca jendela yang sedikit terbuka. Angin masuk kedalam ruangan dapur makin mendinginkan suasana. “ini bukan main – main, Karen. Aku sangat mengerti perasaanmu karena kau yang melahirkannya, tapi yang harus kau ketahui ialah bahwa Larry lahir bukan untuk menjadi orang biasa tapi menjadi utusan Tuhan untuk menyelamatkan dunia dari kehancuran.” Ibu Larry tampak terdiam, dia berdiri dengan kekuatan penuh dan tertati – tati. Dia bersandar didinding. “Kapan kau akan memberi tahu dia?” kata Ibu Larry yang terlihat lebih tenang. “Saat aku mendapat perintah dari-Nya, sebentar lagi…” jawab lelaki itu. “Berarti sebentar lagi kau akan memisahkan aku dan anakku…” Ibu Larry mulai bersedih lagi, “Karen, aku berjanji Larry akan baik – baik saja, tentu restu darimu akan berbuah baik untuknya. Jangan bersedih lagi. Inilah jalan hidup Larry.” Pria itu berdiri dari kursi. Dia menuju kejendela dan menatap keluar.

Hujan sudah mulai reda, rintik hujan diatas genting rumah tak senyaring sebelumnya. Angin dingin juga sudah mulai tenang. Tampak beberapa tanaman kesayangan Ibu Larry rusak diterpa angin kencang, dan tampak yang lain tetap kokoh berdiri. Jalan didepan rumah masi sepi dengan pejalan kaki dan kendaraan. “Hari ini aku mendapat telepon dari sekolah, mereka menanyakan keberadaan Larry, apa ini semua ada hubungannya denganmu? Dimana Larry sekarang?” Ibu Larry tiba – tiba bertanya kepada pria itu. Tanpa berbalik dan menatap Ibu Larry pria itu menjawab “Tenang Karen, aku tahu dimana dia, dia sedang bersama Hope, teman sekelasnya,dan mereka berdua baik- baik saja.” Lalu pria itu berbalik sambil tersenyum kepada Ibu Larry. “Aku akan selalu menjaganya dari kekuatan jahat, Karen. Kau hanya perlu mempercayakannya padaku.” Ibu Larry keliahatan semakin tenang mengetahui Larry dalam keadaan baik. Tetapi jauh didalam hatinya dia masi saja tak terima dengan jalan hidup anaknya satu – satunya itu. Dia tak mungkin merelakan anaknya untuk sesuatu yang Larry tak mengerti. Tapi apapun itu dia tetap berusaha tegar dan kuat. Dari raut wajahnya terpancar kepasrahan dan harapan tentang Larry anaknya. “Terimakasih. Aku harap bersamamu dia selalu aman.” Ibu larry berkata pelan. Disambut senyuman dari pria itu. “Kau tampak berbeda, Clift..” kata Ibu Larry yang disambut aneh oleh lelaki itu mendengar namanya disebut untuk pertama kali. Dia berpikir ini awal yang baik. “Terakhir kali aku bertemu denganmu kau tampak sangat….” Ibu Larry tak tau harus menggambarkannya seperti apa. Dia membayangkan pria itu dengan wajah tampan bersinar, dengan dua sayap putih yang panjang, rambut perak bersinar, tali berwarna emas melingkar di perutnya,bawahan hitam, gelang biru laut bersinar dan bertelanjang dada. Hanya itu yang bisa dia ingat dari pertemuan 19 tahun lalu. Lalu jawab pria itu “Aku sengaja mengubah penampilanku, aku mengikuti Larry dengan wujud ini, karena aku pikir ini masuk akal baginya, tapi sampai saat ini aku belum pernah menampakkan diri secara utuh, aku masi mengawasinya.” Seketika itu juga pria itu berubah menjadi wujud aslinya. Dia tampak seperti yang digambarkan ibu Larry, gagah dan bersinar. “Karen, tampaknya aku harus pergi sekarang, tugasku hari ini untuk menemuimu telah selesai. Aku percaya kau telah menjadi ibu yang baik untuknya. Kau tak perlu kawatir karena aku akan selalu melindungi Larry. Dalam waktu dekat aku akan menemuimu lagi, sampai jumpa, Karen..” Cahaya sangat terang terpancar menyilaukan mata Ibu Larry, dengan reflek dia melindungi mata dengan kedua tanganya. Dan beberapa saat kemudian cahaya meredup dan Clift menghilang bersama cahaya itu. Ibu Larry menengok kesekitar dapur dan mendapati dirinya seorang diri saja. Bertemu lagi sejak 19 tahun terakhir membuatnya sempat berpikir bahwa Clift hanya mimpi masa lalu, tapi apa yang baru saja dilihatnya membuatnya sadar itu semua nyata.

Dia kemudian menuju ke meja makan, menarik kursi, dan duduk dikursi itu. Tak cukup lima belas detik dia terduduk lalu kemudian..“TING TONG!!” bunyi bell pintu membuatnya tertegun. Segera Ibu Larry bergesas keluar dari dapur dan menuju ke pintu depan. Saat dibukanya pintu, terlihat orang yang telah dinanti – nantinya sejak tadi. Larry telah pulang. Seketika Ibu Larry memeluk Larry depan pintunya dengan erat sambil menangis tanpa mempersilahkan Larry masuk terlebih dahulu. “Ibu kenapa…?” kata Larry yang juga membalas pelukan ibunya. Ibu Larry tak menjawab apa – apa. Dia cuma terlarut dalam kesedihan….

Tidak ada komentar: